Seiring berjalannya waktu, rasa-rasanya ada yang kurang dengan penampilan kelompok tani kami, setiap mengikuti pelatihan-pelatihan dan undangan resmi, kami merasa kurang seru dan kurang kompak kelihatannya. Setelah saya pikir-pikir, pada setiap ada acara biasanya baju yang kita pakai bermacam-macam warna, bentuk dan motif, kalau dilihat orang lain atau peserta lain ternyata kurang mewakili nama kelompok tani elok mekar sari. Karena masing-masing anggota poktan sudah menonjol dengan bajunya sendiri, sehingga tidak kelihatan kalau dia mewakili kelompok tani, padahal mereka dikirim atas nama kelompok tani. Untuk itulah saya berpikir, betapa berartinya sebuah seragam, tujuannya agar pemakainya merasa memiliki dan bangga mempunyai kelompok tani elok mekar sari. Dengan begitu, kita juga gampang dikenal orang karena mereka sudah hafal dengan seragam yang kita pakai. Berarti saya prioritaskan untuk pengadaan seragam poktan, tugas saya sekarang harus mencari donatur dulu, yang mau nalangi rencana pembelian seragam anggota poktan.
Setelah selesai piket kerja di kelompok tani yaitu : membasahi kumbung jamur, memberi makan lele dalam kolam terpal, menyapu halaman belakang Balai RW 08 dan merawat tanaman urban farming di pot-pot, ada cabe makassar dan terong ungu dan terong hijau, kami berempat yaitu saya, Bu Harun, Bu Thomas dan Bu Bambang Evi, ngobrol ngalor-ngidul sambil tertawa cekikikan kalau ada guyonan yang lucu. Tiba-tiba Bu Harun usul, gimana kalau kita beli seragam poktan dan kemana-mana kalau ada kegiatan kita pakai bersama, terus Bu Harun menawarkan menanggung dulu biaya beli kain batiknya dan ongkos jahitnya, nanti kalau sudah jadi kita tinggal membayar dengan cara tunai ataupun mengangsur 3 kali. Wah, ternyata klop dengan pikiran saya, jadi saya tidak usah mengutarakan lagi rencana saya, karena sudah ada yang menawarkan solusi tentang seragam poktan, dan saya sudah bisa menebak jawaban lantang dan serempak anggota poktan elok mekar sari: setujuuuuu !!! Beberapa masukkan, saya catat, untuk diumumkan saat pertemuan poktan minggu depan. Misalnya: untuk model baju, terserah pilihan anggota poktan sendiri, setiap orang mendapat bagian dua meter kain batik berhubung ukuran badannya tidak sama, disarankan model baju atasannya yang biasa saja tidak boleh berlebih, karena yang badannya kecil bisa menutup kekurangan kain untuk yang badannya besar istilahnya nggendong ngindit. Untuk itulah penjahitnya sama yaitu mbak yayuk, langganan ibu-ibu poktan yang tinggal di daerah Bratang. Akhirnya kami sepakat bertiga berangkat ke Mirota, sedangkan Bu Thomas tidak ikut karena akan pergi bersama keluarganya ke Krian.
Tiba di Mirota, kami langsung menuju ke tempat khusus kain batik aneka motif dan warna, yang ditata dengan rapi dan menarik, sehingga membuat pengunjung bingung untuk menentukan pilihan karena semua bagus dan indah, serasa ingin memiliki semua. Memilih kain batik untuk dipakai tiga puluh orang atau sekitar enam puluh meter kain dengan motif bertema lele, ternyata bukan perkara yang mudah. Bila sudah ketemu motif yang cocok, tetapi pas diukur ternyata tidak sampai ukuran yang dibutuhkan, ada warna yang pas ngejrengnya tapi temanya gak pas, ketika sudah menunjuk gambar yang tepat tapi warnanya yang suram. Dengan mimik serius sembari mata terus melotot, kami membolak-balik tumpukan kain, sampai gulungan kain terbawahpun kami angkat naik keatas tumpukkan. Hal tersebut kami lakukan berulang-ulang sampai kami yakin bahwa warna dan temanya kurang cocok dengan yang kami cari. Keringat yang menetes tak terasakan, kakipun rasanya sudah tak sanggup menyangga badan karena tanpa disadari sudah 3 jam kita berdiri dan berjalan kesana-kemari, untuk mencari yang tepat. Saya dan Bu Bambang Evi akhirnya mengangkat bendera putih tanda menyerah, kita langsung duduk di karpet sambil terus menguap karena sudah jenuh dan capek. Yang tetap bertahan mencari dengan jeli, telaten dan cermat adalah Bu Harun, beliaulah yang menjadi pemenangnya. Beliau telah berhasil menemukan kain batik warna hijau lumut dan ada motif lelenya serta ukuran yang dibutuhkan tersedia. Rasanya mak plong...
Alasan mengapa kami ngotot memilih kain batik yang ada motif lelenya, hal ini dikarenakan dari awal produk unggulan kelompok tani elok mekar sari adalah hasil olahan dari lele, misalnya : abon lele, nugget lele, pizza lele dan lemper lele. Hal itulah yang membuat nama kelompok tani kami mulai dikenal di Kelurahan Semolowaru, Bapak Sumali, SH ( Lurah Semolowaru ) pun mulai mengenalkan produk andalan kami ke wartawan Jawa Pos, saat diwawancarai ketika Lomba Kelurahan Berhasil Tahun 2012. Dimuat di Jawa Pos, Rabu 30 Mei 2012 dengan judul PRESTASI : Semolowaru Kelurahan Berhasil di Surabaya. Dampak pernyataan bapak lurah semolowaru yang dimuat di Jawa Pos, membuat banyak orang yang ingin tahu keberadaan kelompok tani kami, mengingat saat itu kami baru lima bulan berdiri dan dianggap masih terlalu dini untuk ikut berpartisipasi dalam lomba tersebut. Kelurahan-kelurahan yang ikut lomba, mempunyai kelompok tani yang sudah terkenal produk unggulannya sehingga banyak yang meragukan peran serta kami dalam lomba tersebut, sedangkan dampak pernyataan pak lurah semolowaru bagi anggota poktan, yaitu dapat melecut semangat kami untuk terus berinovasi dan berkreasi dalam olahan bahan makanan terutama produk dari lele dan tentu saja menambah rasa percaya diri kami bahwa kami bisa. Lomba saat itu, dari kelompok tani kami menampilkan nugget ayam, nugget dory, nugget lele, abon lele, pizza lele dan lemper lele serta minuman lidah buaya. Lidah buayanya kami ambil dari tanaman warga dan dari berem sepanjang kali mayit. Juga didukung adanya urban farming di tempat kami, yaitu tanaman cabe, terong, bayam, dan kangkung yang ditanam di pot-pot besar, juga pembibitan sendiri sirsak, markisa dan toga. Anggota kelompok tani elok mekar sari berusaha keras untuk memberikan yang terbaik guna mendukung Kelurahan Semolowaru dalam Lomba Kelurahan Berhasil 2012. Kelurahan Semolowaru akhirnya menjadi Juara I Lomba Kelurahan Berhasil Tingkat Kota Surabaya Tahun 2012, karena berhasil menata administrasi dan melakukan pemberdayaan serta pembinaan kepada masyarakatnya. Dari sinilah nama poktan kami mulai dilirik orang, terutama warga sekitar Semolowaru Elok. Lele ternyata sangat menginspirasi kami untuk terus berbuat dan berkarya, guna membesarkan kelompok tani elok mekar sari. Itulah alasannya mengapa kami ngotot mencari seragam batik dengan motif lele ( walaupun gambar ikannya sama sekali tidak seperti lele, tapi sudah kami anggap gambar lele ) jadi kalau ada undangan untuk poktan kami, pasti saya wajibkan anggota yang berangkat untuk memakai seragam batik lele. Pertama kali dengar, semua anggota poktan bingung dan bertanya-tanya tentang seragam itu, setelah saya jelaskan bahwa yang di baju batik itu gambarnya ikan lele, walaupun sedikit kaget dan tidak percaya, mereka mengerti juga dan semuanya sepakat bahwa itu lele. Baju seragam batik motif lele secara resmi dikenalkan pertama saat acara Peresmian Budidaya Jamur Tiram milik poktan elok mekar sari, yang dihadiri Camat Sukolilo, Lurah Semolowaru, Ketua LKMK Kelurahan Semolowaru dan lain-lain.
Saya selaku ketua poktan elok mekar sari sangat berterima kasih kepada Bapak Sumali, SH (Lurah Semolowaru ) atas perhatian dan dukungan yang tiada henti kepada kelompok tani elok mekar sari, sehingga kami bisa tetap kompak dan maju seperti sekarang.
Setelah selesai piket kerja di kelompok tani yaitu : membasahi kumbung jamur, memberi makan lele dalam kolam terpal, menyapu halaman belakang Balai RW 08 dan merawat tanaman urban farming di pot-pot, ada cabe makassar dan terong ungu dan terong hijau, kami berempat yaitu saya, Bu Harun, Bu Thomas dan Bu Bambang Evi, ngobrol ngalor-ngidul sambil tertawa cekikikan kalau ada guyonan yang lucu. Tiba-tiba Bu Harun usul, gimana kalau kita beli seragam poktan dan kemana-mana kalau ada kegiatan kita pakai bersama, terus Bu Harun menawarkan menanggung dulu biaya beli kain batiknya dan ongkos jahitnya, nanti kalau sudah jadi kita tinggal membayar dengan cara tunai ataupun mengangsur 3 kali. Wah, ternyata klop dengan pikiran saya, jadi saya tidak usah mengutarakan lagi rencana saya, karena sudah ada yang menawarkan solusi tentang seragam poktan, dan saya sudah bisa menebak jawaban lantang dan serempak anggota poktan elok mekar sari: setujuuuuu !!! Beberapa masukkan, saya catat, untuk diumumkan saat pertemuan poktan minggu depan. Misalnya: untuk model baju, terserah pilihan anggota poktan sendiri, setiap orang mendapat bagian dua meter kain batik berhubung ukuran badannya tidak sama, disarankan model baju atasannya yang biasa saja tidak boleh berlebih, karena yang badannya kecil bisa menutup kekurangan kain untuk yang badannya besar istilahnya nggendong ngindit. Untuk itulah penjahitnya sama yaitu mbak yayuk, langganan ibu-ibu poktan yang tinggal di daerah Bratang. Akhirnya kami sepakat bertiga berangkat ke Mirota, sedangkan Bu Thomas tidak ikut karena akan pergi bersama keluarganya ke Krian.
Tiba di Mirota, kami langsung menuju ke tempat khusus kain batik aneka motif dan warna, yang ditata dengan rapi dan menarik, sehingga membuat pengunjung bingung untuk menentukan pilihan karena semua bagus dan indah, serasa ingin memiliki semua. Memilih kain batik untuk dipakai tiga puluh orang atau sekitar enam puluh meter kain dengan motif bertema lele, ternyata bukan perkara yang mudah. Bila sudah ketemu motif yang cocok, tetapi pas diukur ternyata tidak sampai ukuran yang dibutuhkan, ada warna yang pas ngejrengnya tapi temanya gak pas, ketika sudah menunjuk gambar yang tepat tapi warnanya yang suram. Dengan mimik serius sembari mata terus melotot, kami membolak-balik tumpukan kain, sampai gulungan kain terbawahpun kami angkat naik keatas tumpukkan. Hal tersebut kami lakukan berulang-ulang sampai kami yakin bahwa warna dan temanya kurang cocok dengan yang kami cari. Keringat yang menetes tak terasakan, kakipun rasanya sudah tak sanggup menyangga badan karena tanpa disadari sudah 3 jam kita berdiri dan berjalan kesana-kemari, untuk mencari yang tepat. Saya dan Bu Bambang Evi akhirnya mengangkat bendera putih tanda menyerah, kita langsung duduk di karpet sambil terus menguap karena sudah jenuh dan capek. Yang tetap bertahan mencari dengan jeli, telaten dan cermat adalah Bu Harun, beliaulah yang menjadi pemenangnya. Beliau telah berhasil menemukan kain batik warna hijau lumut dan ada motif lelenya serta ukuran yang dibutuhkan tersedia. Rasanya mak plong...
Alasan mengapa kami ngotot memilih kain batik yang ada motif lelenya, hal ini dikarenakan dari awal produk unggulan kelompok tani elok mekar sari adalah hasil olahan dari lele, misalnya : abon lele, nugget lele, pizza lele dan lemper lele. Hal itulah yang membuat nama kelompok tani kami mulai dikenal di Kelurahan Semolowaru, Bapak Sumali, SH ( Lurah Semolowaru ) pun mulai mengenalkan produk andalan kami ke wartawan Jawa Pos, saat diwawancarai ketika Lomba Kelurahan Berhasil Tahun 2012. Dimuat di Jawa Pos, Rabu 30 Mei 2012 dengan judul PRESTASI : Semolowaru Kelurahan Berhasil di Surabaya. Dampak pernyataan bapak lurah semolowaru yang dimuat di Jawa Pos, membuat banyak orang yang ingin tahu keberadaan kelompok tani kami, mengingat saat itu kami baru lima bulan berdiri dan dianggap masih terlalu dini untuk ikut berpartisipasi dalam lomba tersebut. Kelurahan-kelurahan yang ikut lomba, mempunyai kelompok tani yang sudah terkenal produk unggulannya sehingga banyak yang meragukan peran serta kami dalam lomba tersebut, sedangkan dampak pernyataan pak lurah semolowaru bagi anggota poktan, yaitu dapat melecut semangat kami untuk terus berinovasi dan berkreasi dalam olahan bahan makanan terutama produk dari lele dan tentu saja menambah rasa percaya diri kami bahwa kami bisa. Lomba saat itu, dari kelompok tani kami menampilkan nugget ayam, nugget dory, nugget lele, abon lele, pizza lele dan lemper lele serta minuman lidah buaya. Lidah buayanya kami ambil dari tanaman warga dan dari berem sepanjang kali mayit. Juga didukung adanya urban farming di tempat kami, yaitu tanaman cabe, terong, bayam, dan kangkung yang ditanam di pot-pot besar, juga pembibitan sendiri sirsak, markisa dan toga. Anggota kelompok tani elok mekar sari berusaha keras untuk memberikan yang terbaik guna mendukung Kelurahan Semolowaru dalam Lomba Kelurahan Berhasil 2012. Kelurahan Semolowaru akhirnya menjadi Juara I Lomba Kelurahan Berhasil Tingkat Kota Surabaya Tahun 2012, karena berhasil menata administrasi dan melakukan pemberdayaan serta pembinaan kepada masyarakatnya. Dari sinilah nama poktan kami mulai dilirik orang, terutama warga sekitar Semolowaru Elok. Lele ternyata sangat menginspirasi kami untuk terus berbuat dan berkarya, guna membesarkan kelompok tani elok mekar sari. Itulah alasannya mengapa kami ngotot mencari seragam batik dengan motif lele ( walaupun gambar ikannya sama sekali tidak seperti lele, tapi sudah kami anggap gambar lele ) jadi kalau ada undangan untuk poktan kami, pasti saya wajibkan anggota yang berangkat untuk memakai seragam batik lele. Pertama kali dengar, semua anggota poktan bingung dan bertanya-tanya tentang seragam itu, setelah saya jelaskan bahwa yang di baju batik itu gambarnya ikan lele, walaupun sedikit kaget dan tidak percaya, mereka mengerti juga dan semuanya sepakat bahwa itu lele. Baju seragam batik motif lele secara resmi dikenalkan pertama saat acara Peresmian Budidaya Jamur Tiram milik poktan elok mekar sari, yang dihadiri Camat Sukolilo, Lurah Semolowaru, Ketua LKMK Kelurahan Semolowaru dan lain-lain.
Saya selaku ketua poktan elok mekar sari sangat berterima kasih kepada Bapak Sumali, SH (Lurah Semolowaru ) atas perhatian dan dukungan yang tiada henti kepada kelompok tani elok mekar sari, sehingga kami bisa tetap kompak dan maju seperti sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar