laman

Kamis, 04 Juli 2013

Belajar Dari Sebuah Kesalahan

    Di saat senja mulai menjelang, kami sudah tiba di depan Balai RW 08 Kelurahan Semolowaru, kami baru saja dari Dinas Pertanian Kota Surabaya untuk mengambil bantuan 20 kantong plastik benih ikan nila. Siang tadi ketika matahari tepat diatas ubun-ubun kepala, kami ke Jalan Pagesangan dengan naik mobil pick up yang disopiri sendiri oleh Bapak Suwarno, saya dan Bu Retno yang berangkat mengambil bantuan tersebut. Di Dinas Pertanian, saya melihat benih ikan nila sudah dalam kantong plastik dan semua kantong plastik yang berisi benih ikan nila tersebut dimasukkan ke dalam beberapa glangsing ( karung plastik ) dan diletakkan dalam posisi tidur. Saat kami tiba disana, sudah ada rombongan Kelompok Tani dari daerah Semampir di Surabaya Utara yang akan mengambil bantuan benih lele, mereka memperoleh giliran pertama untuk dilayani sedangkan kami dari Kelompok Tani Elok Mekar Sari mendapat giliran berikutnya.Tak lama kemudian petugas dari bagian perikanan mulai melayani kami. Benih ikan nila dalam kantong plastikpun dikeluarkan dari karung plastik kemudian kantong plastiknya dibuka lalu ikannya dipindah ke kantong plastik baru yang sudah diisi oksigen terlebih dahulu. Setelah semua selesai, kantong plastik yang berisi benih ikan nila kami pindahkan berame-rame untuk diletakkan di bak belakang mobil pick up. Ketika perjalanan pulang, sepanjang jalan A. Yani jalanan macet merambat sehingga goncangan plastiknya semakin kencang, kantong plastiknya seperti sedang dikocok-kocok berlarian kesana kemari dan otomatis semua ikan nilanya pada mabuk.
   Tiba di Balai RW 08, kantong plastik - kantong plastik langsung diangkat ibu-ibu untuk dipindahkan di belakang Balai RW 08, semuanya diletakkan dibawah pohon sawo. Mengingat saya sangat hobby berat mengabadikan setiap moment di Kelompok Tani Elok Mekar Sari maka semua objek pemotretan harus disiapkan dulu. Seperti saat ini, berhubung hari sudah menjelang maghrib sedangkan saya masih ada tugas untuk mengirim ke Kelurahan Semolowaru dan Semolowaru Bahari, sambil tergesa-gesa saya sarankan ibu-ibu untuk istirahat dulu sambil menunggu kedatangan saya dari Semolowaru Bahari dan Kelurahan Semolowaru, karena saya ingin mengabadikan rangkaian peristiwa saat-saat pelepasan ikan nila bantuan dari Dinas Pertanian Kota Surabaya dimasukkan ke dalam kolam terpal kami. Ternyata pengiriman kesana  juga dihadang macet sehingga agak tersendat perjalanannya dan akhirnya saat tiba di Kelurahan Semolowaru, satu kantong plastik yang berisi seribu benih ikan nila pecah di atas bak pick up, tanpa berpikir panjang saya langsung masukkan ke dalam kolam terpal milik Kelurahan Semolowaru walaupun saat itu keadaan airnya kotor dan hitam pekat.
 Saat adzan maghrib sayup-sayup mulai terdengar, kami sampai di pelataran Balai RW 08, beberapa ibu-ibu masih dengan setia menunggu kedatangan kami sedangkan suasana di belakang Balai RW 08 sudah mulai gelap dan sunyi senyap, akhirnya saya putuskan untuk memasukkan semua kantong plastik ke dalam kolam terpal yang sudah berisi air setinggi 60 cm. Dengan cekatan dan sigap Bu Sugiarto langsung menuruni tangga untuk masuk ke dalam kolam terpal, dari dasar kolam terpal, Bu Sugiarto menerima kantong plastik yang diserahkan oleh ibu-ibu dari atas kolam dan kantong plastiknya dibiarkan terapung diatas air semua. Dengan tujuan untuk beradaptasi dahulu dengan air di dalam kolam terpal, nanti sesudah maghrib kami akan membuka kantong plastiknya. Semua pulang ke rumah masing-masing, dan nanti akan kembali lagi ke belakang Balai RW 08 untuk melepas ikatan kantong plastik yang berisi benih ikan nila.
   Walaupun isya' sudah lama lewat, tapi saya masih asyik ngobrol dan bercanda dengan ibu - ibu di rumah Bu Harijadi, sekitar jam 23.00 WIB saya baru pulang dan otomatis semua pulang ke rumah masing-masing. Sebetulnya saya dan yang lain ingat untuk melepas ikatan kantong plastik tadi tapi mengingat kita harus ke belakang Balai RW 08 yang sepi dan gelap juga harus turun ke dalam kolam terpal yang airnya jelas dingin dan agak kotor, kami jadi berpikir dua kali bila harus kesana malam ini apalagi kami sudah mandi semua. Akhirnya saya putuskan besok pagi saja dibuka kantong plastiknya, sekalian ada regu piket yang datang, bisa diminta tolong mengerjakannya.
   Pagi ini, saya beraktifitas seperti biasa dan tak mempunyai firasat apapun, tapi setelah tim piket menyampaikan berita duka yang memilukan yaitu semua benih ikan nila dalam kantong plastik mati semua, rasanya mak Blaaaaaar !  Saya tidak bisa berkata apa-apa, lidahpun rasanya kelu, saya merasa sangat bersalah dan sangat bodoh sekali. Terlalu menggampangkan dan menyepelekan setiap persoalan, padahal kami pernah diajari oleh Bapak Nana Suryatna seorang Penyuluh Pertanian Lapangan dari Dinas Pertanian Kota Surabaya, tentang cara pengisian bibit ikan ke dalam kolam baru. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi ( penyesuaian diri ) dulu dengan cara memasukkan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong plastik menuju ke kolam. Itulah salahnya, waktu diterangkan oleh Bapak Nana, kami kurang menyimak penjelasannya, kami asyik dengan kesibukan kami masing- masing di pertemuan tersebut.
 Andai waktu bisa diputar kembali, tentu akan saya buka semua ikatan pada kantong plastik yang berisi benih ikan nila, saat baru sampai dari Dinas Pertanian Kota Surabaya tanpa harus menunggu selesainya pengiriman berikutnya juga seandainya saat itu saya benar-benar mendengarkan dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh semua penjelasan dari Bapak Nana, tentang cara memasukkan benih ikan ke dalam kolam terpal tentu saya tidak dengan secepat itu menerima pendapat orang lain dan langsung membuat keputusan yang ternyata berakibat fatal tapi nasi sudah menjadi bubur, terus menyesali tak akan berguna, saya harus move on, dengan terus memperbaiki semuanya dan memulainya dari awal. Situasi harus tetap tenang dan kondusif, tidak ada yang saling menyalahkan, semua yang dilakukan oleh Kelompok Tani Elok Mekar Sari merupakan  kerja bersama, jadi apapun harus ditanggung dan dibicarakan bersama.
   Setelah saya membicarakan dengan Mas Udin, petugas dari Dinas Perikanan, beliau bersedia mengganti 3 ribu benih nila. Ketika diurut-urut kejadiannya, ternyata banyak faktor yang menyebabkan kematian masal ikan nila tersebut, tapi memang yang paling parah adalah tindakan kami yang tidak membuka ikatan kantong plastik semalaman. Ini menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi kami. Karena merasa eman-eman kalau semua ikan nila harus dibuang, maka ada ibu-ibu yang membersihkan dan menggorengnya, ternyata rasanya tak kalah dengan wader goreng yang lagi ngetren disini. Kepada Mas Udin dan Mas Imam, terima kasih atas kepeduliannya sehingga kolam terpal kami  terisi ikan nila kembali.
   Besoknya, pagi-pagi saya sudah meluncur ke kantor Kelurahan Semolowaru dan langsung menuju ruangan perpustakaan. Saya sudah membulatkan tekad untuk mencari buku tentang cara budidaya ikan nila, nanti setelah ketemu akan saya pelajari isinya dan segera diterapkan di lapangan. Akhirnya buku yang saya cari sudah ada ditangan yaitu Budidaya Ikan Nila Di Kolam Terpal, sebagai solusi untuk lahan terbatas dan miskin air oleh M. Ghufran H. Kordi K. Karena waktu peminjaman hanya seminggu, sedangkan saya ingin membacanya berulang-ulang maka buku tersebut secepatnya   saya fotocopi serta langsung dikembalikan ke perpustakaan Kelurahan Semolowaru.
  Selamat tinggal kegagalan, selamat datang keberhasilan !
 
Dan keesokan harinya, semuanya sudah berubah dramastis




    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar